Aku, biarlah seperti bumi. Menopang meski diinjak, memberi meski dihujani, diam meski dipanasi. Sampai kau sadar, jika aku hancur... Kau juga.

Hidup adalah serangkaian kebetulan. ‘Kebetulan’ adalah takdir yang menyamar.

Sayangnya, banyak orang mengeluh saat diminta tolong menjadi A, karena merasa job desc-nya hanya B. Padahal, bukankah saat kita dipercaya melakukan sesuatu lebih dari satu pekerjaan, itu tandanya kita dianggap mampu? Bukankah itu menjadi nilai plus untuk diri kita sendiri? Siapa tahu, nilai plus ini memberi kita jenjang karier yang lebih cemerlang.

Rasa yang tak berbatas takkan mempermasalahkan ketika tak berbalas.

Seandainya aku bisa membecimu, mungkin semuanya akan jauh lebih mudah. Ah, beberapa rasa memang diciptakan untuk dinikmati sendiri sebelum akhirnya terbunuh oleh waktu.

Kakimu Bukan Akar, Melangkahlah. “Orang-orang seperti kita, tidak pantas mati di tempat tidur,” ucap Soe Hok Gie suatu ketika.

Ternyata, makin tinggi kaki kita berpijak, makin kita menyadari betapa kecilnya diri kita. Gunung tercipta bukan agar kita bisa menaklukkan puncaknya. Gunung tercipta agar kita mampu menaklukkan ego kita sendiri.

Semoga kita tidak lupa alasan kita bertualang. Lensa terbaik adalah mata. Kamera terbaik adalah otak kita. Jangan cuma foto yang tercipta, namun lupa untuk merangkai cerita.

Beradaptasilah. Hidup ini keras, buktikan dirimu kuat. Yang membedakan pemenang dengan pecundang hanya satu: pemenang tahu cara berdiri saat jatuh, pecundang lebih nyaman tetap ada di posisi jatuh.

Hidup adalah serangkaian kebetulan. 'Kebetulan' adalah takdir yang menyamar.